JAKARTA, WARTAAGRISBISNIS.COM (05/12/2020) – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, membuat inovasi luar biasa di Hari Tanah Sedunia 2020, dengan menggelar online soil judging contest. Lomba virtual itu diikuti 145 mahasiswa ilmu tanah dan peneliti pemula dari seluruh Indonesia. Mereka dibagi menjadi 39 tim dengan peserta setiap tim berjumlah 3-4 orang. “Ini inovasi luar biasa yang menjadi jalan keluar di tengah pandemi Covid-19. Ini juga baru pertama di dunia,” kata kepala Badan Litbang Kementerian Pertanian, Dr. Ir. Fadjry Djufry, pada Jum’at (5/12) di Jakarta.
Menurut Fadjry, sejak 2017 setiap tahun Balitbangtan rutin merayakan hari tanah sedunia melalui Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) dengan lomba penilaian lahan sebagai salah satu acara inti. Di era pandemi hampir saja agenda tersebut hilang karena tidak memungkinkan mengundang mahasiswa dari seluruh universitas untuk berlomba ke Bogor. Kali ini Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian bekerjasama dengan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Komda Bogor-Jakarta mengadakan lomba ini yang dilakukan secara online.
Padahal, menurut Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Dr. Husnain, soil judging contest merupakan moment penting bagi mahasiswa jurusan ilmu tanah untuk membuktikan kompetensinya di lapangan pada tingkat nasional. “Selama ini pengamatan sifat tanah dilakukan secara langsung,” kata Husnain.
Soil judging contest juga upaya untuk mewariskan bagaimana cara memperoleh informasi sumberdaya lahan yang perlu dijaga kelestariannya oleh setiap generasi, terutama generasi muda seperti mahasiswa sebagai generasi penerus. “Di masa depan mahasiswa itu yang bertugas menjaga dan merawat kualitas tanah agar tetap prima untuk berproduksi optimal dan menjaga kesehatan lingkungan,” kata Husnain.
Menurut Husnain, lomba secara online ternyata memiliki kelebihan karena dapat diikuti lebih banyak peserta yaitu 19 universitas dan 1 lembaga penelitian. Dari ujung paling barat adalah Universitas Sumatera Utara, sementara dari ujung paling timur adalah Universitas Pattimura dari Ambon. “Ini jauh lebih banyak dibandingkan lomba secara offline,” kata Husnain.
Awalnya pengamatan profil tanah secara virtual sulit dilakukan karena informasi sumberdaya tanah yang perlu diamati meliputi karakteristik morfologi tanah dan lingkungannya seperti bahan induk, landform, lereng, dan elevasi yang membutuhkan pemeriksaan tanah secara cermat di lapangan melalui deskripsi profil tanah.
Akhirnya, penanggung jawab kontes, Prof. Sukarman, membuat inovasi baru dengan cara membuat video pengamatan dan memberi kata kunci sebagai dasar bagi peserta untuk menginpretasi sifat tanah di lapangan. “Misal, kita peragakan meremas tanah basah lalu memberi kata kunci ‘licin’ dan ‘agak lengket’ yang dapat memberi petunjuk kelas tekstur tanah,” kata Sukarman.
Demikian pula sifat lahan dan lingkungannya direkam dengan alat yang ditunjukkan nilai kuantitatif dan kualitatif seperti abney level untuk mengukur lereng dan pH paper untuk mengukur kemasaman tanah.
Menurut Sukarman, dari berbagai sifat tanah dan lingkungan yang diamati tersebut peserta kemudian memprediksi nama tanah tersebut, kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, dan teknik pengelolaan yang tepat. “Peserta diharapkan dapat mengevaluasi dan menginterpretasi lahan untuk berbagai komoditas pertanian,” kata Sukarman.
Menurut Sukarman, tanah yang dijadikan lokasi kontes merupakan tanah Oxic Dystrudepts berdasarkan sistem klasifikasi tanah Soil Taxonomy USDA 2014 atau termasuk tanah Kambisol Oksik berdasarkan Sistem Klasifikasi Tanah Nasional 2016. Penilaian hasil kerja para peserta dilakukan oleh Dewan Juri yang terdiri dari peneliti senior ilmu tanah dari BBSDLP, ahli tanah terkemuka dari Universitas Padjadjan dan Institut Pertanian Bogor.
Berikutnya pengumuman pemenang akan dilakukan pada 8 Desember 2020 mendatang untuk memperebutkan Juara dan Piala Bergilir “Piala Soepraptohardjo”. Tahun lalu Juara pertama dan piala tersebut diraih oleh Jurusan Tanah Universitas Padjadjaran.(nor)