Kenaikan harga pangan bakal mempengaruhi daya beli masyarakat pada Desember ini. Pasalnya, pasokan pangan berkurang akibat curah hujan dan masuknya musim tanam.
“Faktor berkurangnya pasokan akibat curah hujan dan masuknya musim tanam berpengaruh terhadap stabilitas harga pangan,” kata ekonom indef Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Sariagri.id pada Kamis (3/12/2020).
Menurut Bhima, meskipun pada November 2020 terjadi inflasi tapi belum bisa dikatakan terjadi sebab terjadi kenaikan daya beli yang signifikan karena komponen inflasi inti masih rendah, yakni 0,6 persen, naik tipis 0,04 persen dari Oktober 2020.
“Sementara pendorong utama inflasi disumbang oleh barang bergejolak atau bahan pangan sebesar 1,31 persen disusul komponen inflasi kesehatan 0,32 persen,” paparnya.
“Untuk inflasi Desember 2020 diperkirakan masih disebabkan kenaikan harga pangan. Artinya, faktornya sama dengan November 2020 sementara daya beli masih rendah,” ujarnya.
Terkait faktor hari besar keagamaan Natal dan Tahun Baru, Bhima menegaskan tidak ada kenaikan permintaan yang signifikan. “Soalnya mobilitas masyarakat masih rendah,” pungkas Bhima.
Secara terpisah, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Galuh Octania mengatakan pemerintah perlu melakukan berbagai langkah kebijakan yang fokus untuk mengantisipasi potensi kenaikan harga beras pada akhir tahun 2020, kata
“Laporan Indeks BURT (Indeks Bulanan Rumah Tangga) yang rutin dikeluarkan oleh CIPS setiap bulan menunjukkan harga beras kualitas medium sejak Oktober memang terpantau stabil tinggi di kisaran Rp12.500 per kilogram. Namun, harga ini berpotensi untuk mengalami kenaikan jelang Natal dan Tahun Baru 2021,” kata Galuh.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada November 2020 terjadi inflasi sebesar 0,28 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,21. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,86 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,14 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,08 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,32 persen; kelompok transportasi sebesar 0,30 persen; kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,04 persen; kelompok pendidikan sebesar 0,12 persen; dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,11 persen.